Kepada Biru Laut yang Tenggelam di antara Namanya:

Valerie
3 min readDec 11, 2020

--

Mas Laut, tahun ini adalah tahun 2020, 22 tahun genap sejak kepeninggalanmu di lautan Pulau Seribu. Aku menulis surat ini atas segala perjuangan yang telah kau lakukan ketika pemerintahan Orde Baru saat itu memutuskan untuk membangkang dari rakyat. Pagi ini cerah, perjalananku membaca setiap kata dari bukumu baru saja berakhir seiring dengan habisnya kopi di sampingku. Pencerminan atas peristiwa tahun 1998 tidak pernah aku bayangkan dapat tertuang di dalam sebuah tulisan seindah ini. Sambil kutengok kiri dan kanan ketika berada di depan teras rumah, orang-orang di sekitarku masih seperti rutinitasnya melakukan apapun yang menjadi keseharian mereka seakan lupa atas bobroknya pemerintah dan menyalanya siklus reformasi dahulu di negeri ini. Sungguh berbanding jauh terbalik dari huru-hara dan porak-poranda yang kubayangkan terjadi saat kau memutuskan untuk menjadi garda terdepan perjuangan rakyat merekonstruksi kabinet bobrok masa Orde Baru.

Tak ada yang patut disamakan dan menyamakan perjuanganmu, Mas Laut. Membutuhkan sebuah keberanian absolut untuk menjadi seorang kau. Perjuangan sekonkret itu hanya kemudian dapat dilaksanakan oleh orang-orang tabah, rela, terlebih pula, tanpa pamrih, sepertimu dan kawan- kawan seperjuanganmu. Aku di sini, menjelma sebagai seorang biasa, sebaliknya dan sewajarnya, akan bertekad untuk membiarkan anak-anakku nanti mengecap keberadaan Indonesia yang berbeda. Indonesia yang tidak menggelapkan rakyatnya, Indonesia yang tidak menggeramkan penduduknya. Setidaknya, dengan segenap tanganku, melewati jalan yang belum tentu aku tahu bagaimana caranya saat ini, aku akan terus merenungi perjuanganmu.

Sepuluh tahun kemudian, aku akan mengulangi rentetan kejadian yang sedang aku lakukan hari ini, tanggal 8 Desember 2020. Membaca kisahmu, merenungi segala keresahan dan kelinglungan yang kau jabarkan di dalam ceritamu dan merefleksikannya pada dinamika negeri pada saat nanti, di masa depan. Kemudian, akan aku tuliskan sebuah kisah kembali untukmu, Mas Laut yang tenggelam di bawah air, namun bangkit di atas nama perjuangan. Sekadar mengabarkan sebuah indah, bahwa, ya, Indonesia telah menjadi terang, berkatmu salah satunya; berkat seluruh kontribusi rakyat yang telah mereformasi tanah air kita bersama.

Kedua tangan dan kakiku belum mampu untuk menentukan jalan apa yang akan kutempuh kedepannya. Biarkanlah itu menjadi rahasia masa depan dan aku di sini hanya bisa berharap sebaik mungkin untuk menjadi versi terbaik dari imajinasiku saat ini. Akan tetapi, Mas Laut, biarlah aku menggenapkan janji bahwa aku akan terus berusaha menjadi layak bagi bangsa ini, terlepas dari layar perahu yang aku masih tidak tahu menahu akan ke arah mana kugerakkan kedepannya.

Cintaku pada Indonesia tidaklah bisa sebanding dengan dedikasimu terhadap kemashyuran masa depan bangsa ini. Namun, setidakpantasnya diriku ini, aku ingin menjadikan paham adikmu, Asmara, sebagai senantiasa pengingat tujuanku hidup sebagai salah satu rakyat negeri ini.

“Perjuangan yang aku kenal adalah sesuatu yang lebih konkret, lebih tangible: memotong usus buntu yang sudah membusuk, mengeluarkan bayi yang sehat dari perut seorang ibu yang sudah membawanya selama sembilan bulan di dalam perutnya, atau mengoperasi kaki patah seorang anak yang main bola. itu lebih jelas dan lebih terukur.” — What is meant to be eliminated, needs to be eliminated.

Mari, setelah membaca surat ini di masa depan, kita bersama-sama meminum kopi sembari merenung. Apakah organ-organ dalam negeri ini telah busuk? Apakah jabang bayi — generasi muda pereformasi — yang dikandung negeri telah matang usianya? Ataukah kaki-kaki kepemerintahan kita bersama telah patah dirusak oknum jahanamnya? Jika “Ya” menjadi jawaban dari segala pertanyaan di atas, mari kita mulai reformasi yang baru.

Tertanda,
Penggemar terbaikmu.

*Tulisan ini merupakan sebuah refleksi atas novel fiksi jagat baru karya Leila S. Chudori yang berjudul “Laut Bercerita”, sekaligus sebuah mimpi yang saya cita-citakan akan terus menjadi bagian dari diri saya selamanya*

Daftar Referensi

Chudori, L.S. (2017). Laut Bercerita. Jakarta: KPG.

--

--